Absurd tapi Seru: Kau Mengingat Setiap Pelajaran, Tapi Melupakan Yang Paling Penting — Aku

Judul: Kau Mengingat Setiap Pelajaran, Tapi Melupakan Yang Paling Penting — Aku

Kabut menggantung seperti kain kafan di lereng Gunung Tai. Angin dingin menyelinap di antara bebatuan, membawa bisikan yang terasa seperti janji yang dilupakan. Di puncak gunung, berdiri paviliun tua, tempat pertemuan antara masa lalu dan masa kini, antara ilusi dan realita.

Xiao Zhan, dengan jubah hitam yang berkibar tertiup angin, menatap lembah di bawah. Matanya, sedalam sumur tanpa dasar, memancarkan kesedihan yang sudah lama dipendam. Sudah sepuluh tahun sejak ia dinyatakan hilang, terjatuh ke jurang maut yang sama. Sepuluh tahun sejak Li Wei, tunangannya, menikahi kakaknya, Pangeran Rui.

Suara langkah kaki memecah kesunyian. Li Wei, kini Permaisuri dengan gaun merah menyala, mendekat. Wajahnya yang dulu ceria, kini dihiasi garis-garis halus kekhawatiran.

"Xiao Zhan… aku tahu itu kau," bisiknya, suaranya nyaris tenggelam dalam deru angin.

Xiao Zhan berbalik, senyum tipis menghiasi bibirnya. "Permaisuri masih mengingatku? Sungguh mengejutkan. Kupikir, sepuluh tahun sudah cukup untuk menghapus ingatan tentang orang mati."

Li Wei menggeleng. "Bagaimana mungkin? Kau… kau adalah—"

"—adalah batu sandungan bagi kebahagiaanmu?" Xiao Zhan menyelesaikan kalimatnya, matanya menyipit. "Atau, mungkin… seorang saksi yang terlalu banyak tahu?"

Li Wei terdiam. Kabut semakin tebal, menelan mereka berdua dalam keheningan yang mencekam.

"Pangeran Rui… dialah yang mendorongmu," kata Li Wei akhirnya, suaranya bergetar. "Aku tahu itu. Tapi… aku tidak bisa membuktikannya."

Xiao Zhan tertawa pelan, suara yang membuat bulu kuduk meremang. "Membuktikannya? Kenapa repot-repot? Kau pikir aku kembali untuk balas dendam?" Ia melangkah mendekat, menatap langsung ke mata Li Wei. "Aku kembali untuk mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku."

"Apa maksudmu?" tanya Li Wei, mundur selangkah.

Xiao Zhan mengangkat tangannya, menunjuk ke arah istana yang terlihat samar di kejauhan. "Bukan kau, Li Wei. Bukan takhta. Tapi… kekuatan. Kekuatan yang kalian semua, termasuk Pangeran Rui yang terhormat, dambakan."

Ia berbalik, memunggungi Li Wei. Angin bertiup semakin kencang, membawa aroma misterius dari kedalaman gunung.

"Kau tahu, Li Wei, aku selalu mengagumimu. Kecerdasanmu, keanggunanmu… bahkan keegoisanmu. Kau mempelajari setiap pelajaran dengan tekun, menguasai setiap strategi. Tapi ada satu hal yang kau lupakan: bahwa semua ini adalah permainanku."

Li Wei terdiam, membeku di tempatnya. Jawaban yang selama ini ia cari, terungkap dengan begitu kejam dan telanjang. Xiao Zhan tidak jatuh karena didorong. Ia membiarkan dirinya jatuh. Ia menghilang untuk merencanakan semuanya dari balik layar, menggunakan kematiannya sebagai kedok untuk mencapai tujuannya yang sebenarnya.

Xiao Zhan melangkah ke tepi jurang, siap melangkah menuju masa depan yang telah ia rancang dengan cermat. Sebelum menghilang dalam kabut, ia menoleh ke belakang, memberikan senyuman dingin kepada Li Wei.

"Kau kira aku korban, Permaisuri? Aku adalah Sang Dalang."

Dan kebenaran itu menggantung di udara, setajam pedang yang baru diasah.

You Might Also Like: Skincare Terbaik Dengan Harga

Post a Comment