Drama Populer: Kau Menatapku Tanpa Bicara, Dan Aku Tahu Cinta Belum Berakhir

Kau Menatapku Tanpa Bicara, dan Aku Tahu Cinta Belum Berakhir

Bunga Meihua bermekaran di Taman Kekaisaran, sama seperti seratus tahun lalu. Tapi kali ini, di bawah naungan pohon sakura yang sama, berdiri seorang pria dengan tatapan asing namun familiar. Dia adalah Kaisar Li Wei, penguasa yang dingin dan tanpa ampun. Dan aku? Aku hanyalah seorang pelayan istana rendahan, Bai Lian, yang tanpa sengaja menarik perhatiannya.

Tatapan Li Wei menusuk, menghipnotis. Seolah dia melihat menembus diriku, menembus waktu. Dia tidak bicara, tapi matanya berbicara. Dan aku tahu, di suatu tempat dalam lubuk jiwaku yang terdalam, bahwa ini bukan pertemuan yang kebetulan. Ini adalah takdir yang ditenun benang merahnya selama satu abad.

Aku mengingat pecahan-pecahan mimpi. Wanita dengan gaun merah darah, teriakan, pengkhianatan, dan janji yang diucapkan di bawah rembulan yang sama. Dia adalah Yue Ling, selir kesayangan kaisar yang difitnah dan dihukum mati. Dan dia, Li Wei, adalah kaisar yang mencintainya namun dibutakan oleh hasutan.

Dulu, aku bersumpah akan membalas dendam. Dendam atas kematian Yue Ling, atas ketidakadilan yang merenggut nyawanya. Tapi kini, berdiri di hadapannya, melihat penderitaan yang terukir di wajahnya, kemarahan itu berubah.

Setiap malam, aku bermimpi. Suara Yue Ling berbisik di telingaku, menceritakan kebenaran yang disembunyikan. Siapakah dalang sebenarnya di balik fitnah itu? Mengapa Li Wei begitu mudah percaya?

Semakin aku menggali, semakin jelaslah kebenaran yang pahit. Bukan hanya satu orang yang bersalah. Ada konspirasi yang melibatkan keluarga kekaisaran sendiri. Mereka menginginkan kekuasaan, dan Yue Ling menjadi korban.

Aku bisa saja membalas dendam dengan membongkar konspirasi ini, dengan menghancurkan Li Wei dan kerajaannya. Tapi aku memilih jalan lain. Jalan yang lebih menyakitkan. Aku memilih keheningan.

Aku terus melayaninya dengan setia, melaksanakan tugas-tugasku tanpa cela. Aku mendengarkan keluh kesahnya, menemaninya dalam kesendiriannya. Aku memaafkannya tanpa mengatakannya. Setiap hari, aku saksikan penyesalannya tumbuh, menghantuinya.

Pada suatu malam, di bawah rembulan yang sama dengan seratus tahun lalu, Li Wei memanggilku. Matanya basah, penuh kepedihan. Dia tahu. Dia tahu segalanya.

"Maafkan aku," bisiknya, suaranya serak.

Aku menatapnya tanpa bicara. Aku hanya tersenyum tipis. Senyum yang menyimpan kesedihan, pengampunan, dan kepedihan.

Aku tahu, dendamku telah terbalas. Bukan dengan darah, tapi dengan keheningan. Bukan dengan kemarahan, tapi dengan pengampunan yang menusuk.

Aku berbalik, meninggalkan Li Wei yang terpaku di tempatnya. Meninggalkannya dengan penyesalan abadi.

Saat aku berjalan menjauh, aku mendengar bisikan angin. Suara yang familiar, suara Yue Ling.

"... Jangan lupakan janji kita..."

You Might Also Like: 117 1000 Interesting Chicago Skyline

Post a Comment