Hujan Jakarta, seperti air mata kota, menetes di kaca jendela. Layar ponselku redup, menampilkan sisa-sisa percakapan kita. "Sampai jumpa besok," tulisnya. Kalimat itu menggantung, seperti janji yang tak pernah ditepati. Dia, Kaisar Ren, penguasa startup teknologi raksasa, orang yang senyumnya dulu mampu menerangi ruang server yang gelap, kini hanya tinggal nama dalam notifikasi yang tak berbalas.
Aroma kopi robusta dari mesin espresso di pantry kantor tak mampu mengusir dingin yang merayap di tulangku. Sejak kematiannya, dunia terasa kehilangan fokus. Dunia bisnis terguncang, saham anjlok, spekulasi merajalela. Tapi, bagiku, kehilangannya jauh lebih dalam. Kami, atau setidaknya aku, memiliki sesuatu yang lebih dari sekadar rekan kerja.
Kenangan berputar seperti playlist yang rusak. Kencan tersembunyi di atap gedung kantor, di bawah bintang-bintang palsu dari lampu kota. Sentuhan tangannya yang hangat saat membimbingku coding di tengah malam. Tawanya yang renyah saat aku gagal membuat latte art berbentuk naga. Semua itu terasa begitu dekat, namun sekaligus terasa begitu JAUH.
Misteri kematiannya menyelimuti segalanya. "Serangan jantung," kata media. Tapi, aku tahu ada yang disembunyikan. Matanya, saat terakhir kali aku melihatnya di video call pagi itu, memancarkan ketakutan yang tak terungkapkan. Ada bayangan gelap yang melintas di senyumnya. SESUATU telah terjadi.
Aku menyelidiki. Mengorek data, memilah-milah email, menembus dinding pengamanan server perusahaannya. Aku, seorang programmer biasa, mencoba mengungkap rahasia seorang KAISAR. Semakin dalam aku masuk, semakin banyak kebohongan yang terkuak. Persaingan bisnis kotor, penggelapan dana, ancaman pembunuhan. Dia, Ren, ternyata sedang berjuang melawan monster yang jauh lebih besar dari yang kubayangkan.
Dan kemudian aku menemukannya. Satu file terenkripsi, terkunci di dalam folder rahasia di cloud drive-nya. Kata sandinya: "Bintang Utara." Itu adalah nama panggilan yang hanya aku yang tahu. Dengan gemetar, aku membukanya.
Di dalamnya, ada video. Video pengakuan Ren. Dia mengatakan bahwa ia sedang dijebak oleh rival bisnisnya. Dia tahu nyawanya terancam. Dia menyuruhku untuk membongkar kebenaran, jika terjadi sesuatu padanya. Dan di akhir video, sebelum layar menjadi gelap, dia tersenyum. Senyum yang dipenuhi kesedihan, tapi juga harapan.
Saat itulah aku mengerti. Dia tidak ingin aku membalas dendam dengan kekerasan. Dia hanya ingin kebenaran terungkap. Aku tidak akan menodai kenangan tentangnya dengan darah dan air mata. Aku akan melakukan apa yang dia inginkan.
Aku mengirimkan video itu ke media. Kebenaran terungkap. Skandal itu meledak. Rival bisnisnya ditangkap. Kekaisaran Ren, yang dulu megah, runtuh. Tapi, aku tidak merasa puas. Kehilangan tetaplah kehilangan.
Balas dendamku lembut, halus, namun mematikan. Aku menulis ulang source code inti dari aplikasi andalan perusahaannya. Aku memasukkan bug yang tak terdeteksi, yang akan melumpuhkan sistem mereka secara perlahan, tapi pasti. Mereka akan membayar mahal untuk kejahatan mereka.
Malam itu, aku duduk di balkon apartemenku, menatap gemerlap lampu kota. Aku mengirimkan pesan terakhir ke nomornya, tahu bahwa pesan itu tidak akan pernah sampai. "Terima kasih, Ren. Kamu telah membebaskan dunia."
Aku tersenyum. Senyum terakhirku untuknya.
Kemudian aku mematikan ponselku.
Dan aku pergi.
… untuk memulai sesuatu yang baru.
You Might Also Like: Agen Kosmetik Bisnis Tanpa Stok Barang
Post a Comment