Cinta yang Menyala di Tengah Luka
Lorong istana bergaung kosong. Langkah kakiku, terbungkus sepatu bot sutra hitam, memecah keheningan yang menggantung. Kabut tipis merayap masuk melalui jendela-jendela besar, menyelimuti ukiran naga dan phoenix di dinding dengan aura misteri. Delapan tahun. Delapan tahun aku dianggap mati, terperangkap di lembah terlarang Pegunungan Kunlun. Delapan tahun aku menyusun kembali kepingan diriku yang hancur, dan merencanakan kepulanganku.
Dulu, aku adalah Lin Wei, putri mahkota yang dicintai. Sekarang, aku adalah bayangan, Li Mei, kembali untuk menagih utang darah.
Di ujung lorong, kutemukan dia. Kaisar Xuan, pria yang dulu kurindukan lebih dari oksigen dalam paru-paruku. Pria yang MENGKHIANATIKU. Wajahnya menua, garis-garis halus mengukir kerutan di sekitar matanya. Namun, tatapannya masih sama: dingin dan menghitung.
"Wei... Li Mei?" Bisiknya, seolah nama itu adalah hantu yang menghantuinya.
Aku tersenyum tipis. "Kaisar Xuan, sungguh menyenangkan bertemu Anda lagi."
"Kau... bagaimana bisa?" Tanyanya, suaranya tercekat.
"Rahasia, Kaisar. Beberapa rahasia lebih baik disimpan di balik kabut," jawabku, sambil mengamati tangannya yang gemetar memegang cangkir teh porselen. Aroma teh krisan memenuhi udara, namun tak mampu menyamarkan bau pengkhianatan.
"Aku tidak pernah menginginkan ini, Wei," katanya, mencoba meraih tanganku. Aku menghindar.
"Benarkah? Bukankah Anda yang memerintahkan agar aku dibuang ke lembah itu? Bukankah Anda yang menikahi selirku, Mei Lan, hanya beberapa bulan setelah 'kematianku'?"
"Mei Lan... dia..." Kaisar Xuan terdiam, matanya memancarkan kepanikan.
"Mei Lan adalah bidak, Kaisar. Sama seperti Anda." Aku mendekat, membisikkan kata-kata itu di telinganya. "Saya selalu tahu. Saya selalu tahu bahwa Anda bersekongkol dengan Pangeran Yong untuk merebut tahta. Kematian ayahanda hanya sebuah permulaan."
Dia mundur, matanya membulat. "Kau tahu?"
"Oh, ya. Saya tahu segalanya. Dan saya juga tahu bahwa teh yang Anda minum sekarang… dihiasi dengan racun lotus putih yang sangat mematikan."
Kaisar Xuan memegangi dadanya, terbatuk. Darah menetes dari bibirnya. Dia menatapku dengan tatapan penuh kebencian dan keputusasaan.
"Kau... monster..." Bisiknya.
Aku tertawa pelan. "Saya hanya memulihkan apa yang menjadi milik saya. Tahta, kehormatan keluarga, dan…" aku menjeda, menatap matanya yang memudar, "…balas dendam."
Kaisar Xuan jatuh ke lantai, matanya kosong. Keheningan kembali menyelimuti lorong istana. Aku berbalik, meninggalkan tubuhnya tergeletak di sana.
Di kejauhan, kudengar suara pintu terbuka. Mei Lan, yang selama ini kukira sebagai bidak, berdiri di ambang pintu, senyum licik terukir di wajahnya. Dia memegang sebilah belati berlumuran darah.
"Pekerjaan yang bagus, adikku," katanya. "Kaisar memang bodoh. Mudah sekali diperalat."
Aku tersenyum padanya. "Dan kau, adikku tersayang, adalah pemain yang sangat baik. Kita berdua tahu, bukan, bahwa semua ini… hanyalah permainan kita?"
Mei Lan mengangguk.
"Sebenarnya, aku sudah lama merencanakan semua ini... dan kaulah kunci utamanya." Dia mendekat dan menyentuh pipiku.
Di tengah lorong istana yang sunyi, kami berdua berdiri. Dua wanita, terhubung oleh darah dan dikhianati oleh cinta, akhirnya menemukan tujuan yang sama. Korban? Tidak. Kami adalah arsitek dari kehancuran ini. Kami yang memegang kendali sejak awal.
Lalu, di tengah kesunyian yang memekakkan telinga, aku berbisik, "Kisah ini baru saja dimulai, dan peranmu… adalah menjadi ratu."
You Might Also Like: 0895403292432 Jualan Skincare Bisnis
Post a Comment